Hidayat Nur Wahid Wakil Ketua
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesi (MPR RI) mengususlkan agar
setiap tanggal 3 April diperingaati sebagai Hari NKRI karena sangat penting dan
strategis.
Menurut Hidayat Nur Wahid,
walaupun belakangan ini sudah banyak menggema ucapan atau terikan orang mengatakan
NKRI harga mati, tetapi peristiwa bersejarah yang diusulkan oleh Mohammad
Natsir itu masih kurang diketahui.
Hidayat Nur Wahid menyebutkan
bahwa lahirnya NKRI kembali setelah Mohammad Natisr mengusulkan mosi integral
di sidang konstituen pada 3 April 1950, dan masukan tersebut pun berhasil
bahkan disebut-sebut sebagai proklamasi kedua.
Dengan ditetapkannya 3 April
sebagai Hari NKRI, Hidayat Nur Wahid mengatakan bahwa harapannya bisa menjadi
komitmen bersama agar ingatan kolektif bangsa terkait peristiwa sejarah besar
lahirnya kembali NKRI bisa semakin kuat.
"Penetapan Hari NKRI ini
sangat perlu dan strategis." Kata Hidayat Nur Wahid seperti dikutip
MimikaMuslim.com dari laman resmi MPR RI pada Selasa, 4 April 2023.
Hidayat Nur Wahid dengan adanya
Hari NKRI nantinya maka semua warga bangssa bisa bersama-sama juga menjaga dan
memajukan Indonesia tercinta. Pelru diketahu tanpa adanya mosi integral dari
Mohammad Natsir maka NKRI tidak ada.
Saat itu NKRI sudah ditiadakan
oleh Kolonial Belanda diganti dengan RIS (Republik Indonesia Serikat), pada 3
April 1950 mosi integral Mohammad Natsir diterima bulat oleh DPRRIS dan
Pemerintah (Soekarno serta Hatta).
Peringata Hari NKRI nantinya juga
sebagai pengamalan dari prinsip JAS MERAH (Jangan Sekali-kali Melupakan
Sejarah) yang diajarkan oleh Soekarno. Pada 3 April 1950 Mohammad Natsir
sebagai Ketua Fraksi Partai Masyumi menyampaikan pendapatnya di rapat paripurna
DPRRIS.
MPR RI menetapkan bahwa NKRI
merupakan pilar Bangsa Indonesia, bersama dengan pilar lainnya yaitu Pancasila,
UUD NRI 1945, dan Bhineka Tunggal Ika dimana dua diantaranya sudah ditetapkan
hari peringatannya masing-masing.
1 Juni misalnya diperingati
sebagai Hari Lahir Pancasila, 18 Agustus Hari Konstitusi, tinggal NKRI yang
belum ditetapkan hari peringatannya. Hidayat Nur Wahid berharap juga mengatakan
penetapannya nanti diharap bisa menjadi warisan Presiden Jokowidodo.
Sebab diketahui bahwa saat ini
Presiden Jokowidodo berada di akhir-akhir masa jabatannya, penetapan Hari NKRI
bisa jadi momentum hadirkan ingatan dan semangat kolektif bangsa untuk menjaga
Indonesia, berkontribusi menguaatkan komitmen memajukan negara.
Tidak hanya memajukan NKRI dalam
sekala kecil tetapi secara nasional, masif, dan berkelanjutan. Tidak hanya
sekedar seremonial belaka, tetapi lebih serius dan nyata. Apalagi belakangan di
masyarakat ada polarisasi karena perbedaan pilihan politik.
"Maka harus ada upaya ekstra
untuk merekat kembali persatuan bangsa Indonesia ini. Salah satunya ya
meneladani kenegarawanan Bapak-Bapak Bangsa yang sukses atasi pembelahan yang
dilakukan kolonialis Belanda dengan mengubah RI menjadi terpecah ke dalam 16
negara RIS." Tambah Hidayat Nur Wahid.
Para pendiri bangsa bukan dari satu
latar belakang politik, tetapi daru partai dan agama berbeda-beda. Namun
melalui mosi integral Mohammad Natsir 3 April 1950 semua setuju bersatu kembali
dan meninggalkan RIS.
Dengan adanya Hari NKRI nantinya
juga diharapkan agar semua komponen masyarakat memahami bahwa semua warga
adalah pelanjut dari peristiwa sejarah besar, seluruh anak bangsa adalah
bhineka (berbeda-beda) tetapi tunggal ika (satu kesatuan).
"Kita bhineka tapi tunggal
ika, kita semua adalah satu kesatuan bangsa Indonesia, meski ada perbedaan
dalam pilihan politik atau latar belakang lainnya," jelas Hihdayat Nur
Wahid.
Hidayat Nur Wahid menyampaikan
bahwa kedepan tantangan menjaga dan memajukan NKRI tidaklah mudah, bisa saja
muncul banyak aksi-aksi yang dapat membahayakan Indonesia, sepertinya adanya
gerakan separatis atau juga bangkirnya ideologi-ideologi terlarang.
Dimana semua bahaya itu mangancam
keberlanjutan kedaulatan NKRI, karena termasuk dari dampak globalisasi dan
teknologi informasi. Sekaligus Hari NKRI 3 April nantinya bisa menjawab
kesalahpahaman sejumlah kalangan terkait hubungan negara serta agama.
"Di Indonesia ini, ada yang
berpaham Islamophobia dan Indonesiaphobia. Islamophobia adalah yang selalu
sentimen negatif bahkan bisa antipati dengan Islam dan ingin memisahkan negara
dan agama. Sedangkan, Indonesiaphobia adalah mereka yang kerap mengkafirkan
Indonesia karena dinilai tidak sesuai syariat Islam," tambah Hidayat Nur
Wahid.
Padahal Mohammad Natsir walaupun
sebagai ulama handal sekaligus politisi ulung yang sementara itu menjabat
sebagai pimpinna partai Islam terbesar menunjukkan serta mengajarkan bahwa
kecintaannya untuk mencintai NKRI tidak pernah surut.
Bahkan Buya Mohammad Natsir terus
berupaya dan berjuang merawat serta menjaganya, salah satunya dengan
mengusulkan mosi integral dan susesnya beliau melaksanakan manahnya sebagai
Perdana Menteri Pertama di era awal-awal negara ini.
Sebagai Perdana Menteri Mohammad
Natsir juga berhasil mengantarkan Indonesia untuk diakui keanggotaannya secara
penuh oleh PBB, pendiri Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia itu membuktikan
beragama Islam dan mencintai negeri adalah satu.