Apa itu ihtikar?
Ihtikar adalah membeli barang
melebihi kebutuhan dengan tujuan menimbunnya, menguasai pasar dan dijual dengan
harga tinggi sekehendaknya pada saat khalayak ramai membutuhkannya.
Dari pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa ihtikar (menimbun barang) berarti:
Membeli barang melebihi
kebutuhan.
Tujuannya
menimbun
Tujuannya
menguasai pasar,
Ingin dijual
dengan harga tinggi semaunya,
Khalayak
ramai membutuhkan.
Menimbun
barang di sini termasuk menzalimi orang banyak.
Dosa ihtikar
Dari Ma’mar
bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
لاَ يَحْتَكِرُ إِلاَّ خَاطِئٌ
“Tidak boleh menimbun barang,
jika tidak, maka ia termasuk orang yang berdosa.” (HR. Muslim, no. 1605).
Dari Ma’qil bin Yasar
radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَن دَخَلَ في شَيءٍ من أسعارِ المُسلِمينَ
لِيُغلِيَه عليهم، فإنَّ حَقًّا على اللهِ تَبارك وتَعالى أنْ يُقعِدَه بعُظْمٍ من
النَّارِ يَومَ القيامَةِ.
“Siapa yang mempengaruhi harga
bahan makanan kaum muslimin sehingga menjadi mahal, merupakan hak Allah untuk
menempatkannya ke dalam tempat yang besar di neraka nanti di hari kiamat.” (HR.
Ahmad, 4:485. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini
dhaif).
Hikmah terlarangnya menimbun
barang
Imam Nawawi rahimahullah berkata,
“Hikmah terlarangnya menimbun barang karena dapat menimbulkan mudarat bagi khalayak
ramai.” (Syarh Shahih Muslim, 11:43).
Al-Qadhi Iyadh rahimahullah
berkata, “Alasan larangan penimbunan adalah untuk menghindarkan segala hal yang
menyusahkan umat Islam secara luas. Segala hal yang menyusahkan umat Islam
wajib dicegah. Dengan demikian, bila pembelian suatu barang di suatu negeri
menyebabkan harga barang menjadi mahal dan menyusahkan masyarakat luas, wajib
untuk dicegah, demi menjaga kepentingan umat Islam. Pendek kata, kaedah
‘menghindarkan segala hal yang menyusahkan’ adalah pedoman dalam masalah
penimbunan barang.” (Ikmalul Mu’lim, 5: 161).
Adapun jika menimbun barang sebagai stok untuk beberapa bulan ke depan seperti yang dilakukan oleh beberapa pihak grosir, maka itu dibolehkan jika tidak memudhorotkan orang banyak (Shahih Fiqh As-Sunnah, 4:395).
dikutip dari Ust. Muh. Amin, S.Ag., S.Pd., MM