Mimikamuslim.com –
Dalam pelatihan standardisasi Dai MUI, dibahas bahwa peluang dakwah di
Indonesia masih sangat terbuka lebar. Tidak seperti di negara-negara lain
seperti Singapura dan Malaysia yang mewajibkan lisensi untuk ceramah atau
khutbah, di Indonesia, siapa pun bisa berdakwah tanpa memerlukan izin dari
pemerintah. Kebebasan ini memberikan ruang yang luas bagi dai dan khatib untuk
menyampaikan dakwah mereka kepada umat.
Di Singapura dan Malaysia, tema ceramah juga harus sejalan
dengan mazhab yang diakui oleh pemerintah. Begitu pula di Saudi Arabia, khutbah
bertema politik sangat dilarang, dan khatib yang melanggar bisa langsung
diturunkan dari mimbar. Hal ini berbeda dengan Indonesia yang memberikan
kebebasan lebih besar dalam menentukan tema dan konten dakwah.
Meski mayoritas Muslim di Indonesia mengikuti Mazhab
Syafi’i dan beraliran Ahlus Sunnah wal Jama’ah, pemerintah tidak menetapkan
mazhab resmi yang harus dianut. Kebebasan ini, meski positif dalam memberikan
ruang dakwah, juga membawa tantangan tersendiri, terutama dalam pengawasan
terhadap aliran-aliran sesat yang dapat menyesatkan umat.
Undang-Undang No 1/PNPS 1965 tentang Pencegahan
Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama berfungsi untuk mengawasi dan mencegah
munculnya aliran-aliran sesat. Namun, dalam praktiknya, masih banyak
pengkhotbah yang menyampaikan ajaran-ajaran yang menyimpang dari ajaran Islam
yang sebenarnya. Mereka sering kali mengaku bisa mengatur Allah, malaikat,
bahkan mengklaim bisa menyelamatkan pengikutnya dari api neraka.
Rasulullah SAW telah mengingatkan dalam hadisnya “Agama Adalah
Nasihat”:
عن ابى رقية تميم بن اوس
الدارى رضى الله عنه ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال- الدين النصيحة قلنا-
لمن يارسول الله ؟ قال: لله ولكتابه ولرسوله ولائمة المسلمين وعامتهم (رواه مسلم)
Artinya: Dari Abu Ruqayyah yakni Tamim bin Aus Ad Daari
ra, sesungguhnya Nabi saw bersabda: Agama itu adalah nasihat. Kami (para
shahabat) bertanya: Untuk siapa (Ya Rasulullah) beliau menjawab; Bagi Allah,
Kitab-Nya, Rasul-Nya serta pemimpin-pemimpin ummat Islam dan juga bagi orang
Islam umumnya.(HR. Muslim).
Hadis ini menunjukkan pentingnya memberikan nasihat yang
benar dan sesuai dengan ajaran Islam.
Kondisi ini seringkali dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan ajaran-ajaran yang menyimpang.
Pengkhotbah tanpa tanda-tanda keulamaan yang sah dan kerap kali memberikan
ceramah yang menyesatkan masih saja mendapatkan tempat di hati sebagian umat.
Mereka dielu-elukan dan diikuti, meskipun ajaran mereka jelas-jelas menyimpang
dari ajaran Islam yang murni.
Dalam konteks ini, penting bagi umat Islam untuk lebih
selektif dalam memilih dai dan khatib yang mereka ikuti. Jangan mudah
terpengaruh oleh ceramah-ceramah yang tidak jelas asal-usul dan keilmuannya.
Sebaliknya, selalu cari tahu latar belakang dan kebenaran ajaran yang
disampaikan oleh setiap pengkhotbah.
Penting juga bagi pemerintah dan lembaga-lembaga keagamaan
seperti MUI untuk terus mengawasi dan menindak tegas aliran-aliran sesat yang
dapat merusak akidah umat. Pendidikan agama yang benar harus terus ditingkatkan
agar umat Islam dapat membedakan antara ajaran yang benar dan yang menyimpang.
Dengan kebebasan yang ada, mari kita manfaatkan peluang
dakwah ini dengan sebaik-baiknya, menyebarkan ajaran Islam yang rahmatan lil
'alamin dan menjauhi ajaran-ajaran yang menyimpang.
(Rakasiwa)