Konflik di Tanah Papua merupakan satu-satunya konflik di Indonesia yang akar permasalahannya belum terselesaikan dengan baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih adanya gejolak-gejolak isu pemisahan diri (disintegrasi) dan eksistensi ‘Organisasi Papua Merdeka’ atau sering disebut ‘Kelompok Kriminal Bersenjata’ yang saat ini telah di label sebagai teroris. Sebelumnya, konflik Timor Leste diakhiri melalui referendum tahun 1999 dan konflik Aceh diakhiri dengan Kesepakatan Helsinki tahun 2005. Sedangkan Papua sampai saat ini belum mendapat skema resolusi konflik yang tepat sehingga konflik Papua seringkali di ibaratkan seperti ‘bom waktu’.
Adanya proses internansionalisasi konflik di Tanah Papua membuat atensi global menjadi lebih banyak dan mengakibatkan proses pengentasan konflik di Tanah Papua menjelimet. Tidak dipungkiri akhirnya konflik di Tanah Papua menjadi wacana global dalam pelbagai perspektif; HAM, Lingkungan, Ekonomi, Politik, SDM, SDA. Kesemua aspek masalah ini bermuara pada satu tujuan yaitu pelepasan Papua dari Indonesia sebagai sebuah negara yang berdaulat (dalam perspektif Organisasi Papua Merdeka).
Di lain pihak, Indonesia telah melakukan beberapa kebijakan yang difungsikan untuk mengatasi permasalahan di Tanah Papua. Salah satu kebijakan yang dilakukan adalah Otonomi Khusus. Harapannya OTSUS ini dapat mengembalikan kepercayaan orang Papua terhadap Indonesia.
Implementasi OTSUS perlu direposisi jika mereview implikasi kebijakan otonomi khusus ini. Dampak terhadap orang Papua dari sisi ekonomi, pendidikan dan kesehatan masih terbilang minim. Papua masih tercatat sebagai daerah yang memiliki penduduk miskin, akses kesehatan sulit dan tingkat pendidikan rendah. Oleh karena itu, OTSUS hingga saat ini tidak menjadi jalan tengah konflik di Tanah Papua.
Jika mengulik dari sejarah konflik di Tanah Papua maka ada beberapa hal yang perlu diluruskan kembali sebagai syarat terjadinya perdamaian dan rekonsiliasi absolut. Upaya dialog menjadi langkah paling positif dan serius yang dapat dilakukan oleh kedua belah pihak. Langkah ini dibatasi pada upaya penyelesaian konflik yang berkepanjangan bukan pada soalan anti-separatisme atau tidak.
Metode ini dijadikan jembatan untuk mendengar keinginan ”orang Papua” akan konflik yang terjadi selama ini dan menyetujui upaya penyelesaian secara bersama-sama. Kebutuhan mediator internasional menjadi opsional karena isu Papua haruslah dipandang sebagai masalah internal sebuah Negara; pemerintah dan rakyat selama prosesnya dilakukan secara terbuka dan jujur. Dengan melihat peluang baik itu, maka proses penyelesaian permasalahan isu konflik di Tanah Papua perlu dilakukan secara konsisten dan serius. Jika tidak, maka generasi berikutnya akan merasakan hal yang sama atau bahkan lebih terrible dari yang dibayangkan.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai sebuah organisasi ideologis yang berpihak pada nilai kebenaran atau hanif ingin menjadi inisiator gagasan yang dimaksud bukan untuk memperkeruh dan mengompori konflik yang memanas akhir-akhir ini. Tapi langkah yang coba diambil HMI adalah cara paling moderat lewat diskusi bersama mencari jalan tengah paling baik dari dialog yang telah dilaksanakan. Tentunya Ke-Papua-an bagi HMI adalah bagian yang tak terpisahkan dari Indonesia dan sebaliknya. Masalah Papua adalah masalah Indonesia dan Masalah Indonesia adalah masalah HMI. Bagi HMI, …Terwujudnya Masyarakat adil makmur yang diridhoi (Tuhan) Allah SWT adalah tujuan utama. Tidak ada yang lebih utama dari itu.
Berdasarkan hasil diskusi bertajuk Dialog Kepapuaan dengan tema ”Jalan Tengah: Refokus Penyelesaian Konflik di Tanah Papua" dengan narasumber Ibu Latifa Anum Siregar selaku Direktur Aliansi Demokrasi Untuk Papua (ALDP), Bapak Theo Hesegem selaku Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) dan Rifyan Ridwan Saleh selaku Ketua Bidang Hukum, Pertahanan dan Keamanan PB HMI yang dilaksanakan secara daring Zoom Meeting pada Pukul 16.00 WIT-Selesai, maka HMI Cabang Persiapan Mimika menyikapi konflik di Tanah Papua dengan 9 rekomendasi sebagai berikut:
1. Mendorong adanya dialog komprehensif terhadap penyelesaian konflik di Tanah Papua dilakukan secara akuntabel, jujur, dan serius
2. Mendorong penyelesaian konflik di Tanah Papua secara kolaboratif dan bersinergi melalui konsolidasi masyarakat sipil; pemerintah lokal dan tokoh masyarakat
3. Pemerintah harus melakukan pendekatan humanisme dalam penyelesaian konflik secara serius
4. Mendorong pembentukan Tim Independen Investigasi Khusus Penanganan Konflik Papua
5. Mendorong penegakan hukum yang profesional kepada seluruh pelaku kekerasan HAM di Tanah Papua
6. Review Kebijakan tiga sektor yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi dari segi infrastruktur fisik dan infrastruktur sosial
7. Review Kebijakan Kemananan di Tanah Papua; Penghentian peningkatan Militeristik di Tanah Papua, dan Penghentian transaksi penjualan senjata serta Penangkapan Pemilik senjata ilegal di Tanah Papua
8. Review Kebijakan Otonomi Khusus oleh DPR RI dan juga Presiden sebelum dilanjutkan kembali
9. Memperbanyak dialog wawasan Ke-Papua-an secara komprehensif dari identitas, budaya, dan kearifan lokal sebagai ruang edukatif kepada public agar tidak terjadi marginalisasi dan diskriminasi terhadap orang Papua